Upaya Strategis DJP dalam Pemenuhan Target Penerimaan Pajak 2018
RAPBN 2018
Dalam
ekonomi makro, APBN merupakan instrumen kebijakan fiskal karena memuat secara
rinci tentang sumber-sumber penerimaan dan pengeluaran dalam jangka waktu tertentu
untuk mencapai sasaran pembangunan dalam kurun waktu satu tahun. Penyusunan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) didasarkan pada ketentuan Pasal
23 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 yang telah diubah menjadi Pasal 23 Ayat
(1), (2) dan (3) Amandemen UUD 1945.
APBN
memiliki berbagai fungsi, yaitu fungsi alokasi untuk mengalokasikan
faktor-faktor produksi yang tersedia di dalam masyarakat, sehingga kebutuhan
masyarakat terhadap public goods atau kebutuhan umum akan terpenuhi, fungsi
distribusi untuk pembagian pendapatan nasional yang adil atau pembagian dana ke
berbagai sektor, dan fungsi stabilisasi untuk terpeliharanya tingkat kesempatan
kerja yang tinggi, tingkat harga yang relatif stabil, dan tingkat pertumbuhan
ekonomi yang cukup memadai.
Dalam UU No. 25/2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional, APBN 2018 merupakan bagian dari Rencana
Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) tahun 2014-2019 sebagai bentuk implementasi
visi dan misi Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) seperti yang
disampaikan ketika mencalonkan pada tahun 2014. Dengan demikian, APBN 2018
merupakan bagian dari implementasi janji Jokowi-JK (Nawacita).
Pada
APBN 2018 Pemerintah Republik Indonesia menentukan enam fokus penting yakni :
1.
Momentum perbaikan ekonomi harus terus dijaga
2.
Penerimaan negara harus terus ditingkatkan dengan tetap
menjaga iklim usaha
3.
Prioritas program harus semakin fokus untuk penurunan
kemiskinan dan kesenjangan, penciptaan lapangan kerja dan mendorong pertumbuhan
ekonomi
4.
Pelanayanan rakyat harus semakin baik dan jaga
kepercayaan rakyat melalui birokrasi yang efisien, bersih dan melayani
5.
Defisit terjaga, tambahan utang terstruktur dan hanya
untuk hal-hal yang produktif
6. Jika
RAPBN 2018 makin sehat maka ekonomi makin kuat.
Salah
satu bagian dari APBN tersebut adalah penerimaan pajak yang sudah mencapai Rp1.061
triliun atau 71,39 persen hingga Oktober 2018 dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN) 2018 yang dipatok sebesar Rp1.424 triliun. Secara
tahunan, realisasi penerimaan pajak tersebut tercatat tumbuh 17,64 persen kalau
dibandingkan dengan Oktober 2017 lalu yang sebesar Rp864 triliun.
Tercatat,
raihan dari PPh nonmigas mencapai Rp538,9 triliun atau naik 17 persen secara
tahunan. Namun demikian, pencapaian ini baru sekitar 66 persen dari target APBN
2018. Adapun, porsi terbesar penerimaan nonmigas berasal dari wajib pajak badan
yang naik 25,1 persen menjadi Rp193,97 triliun. Kemudian, PPh Pasal 21 mengekor
dengan kontribusi sebesar Rp110,47 triliun atau naik 17 persen. Sedangkan
sisanya berasal dari PPh 22 Impor sebesar Rp45,34 triliun, PPh orang pribadi
Rp8,49 triliun, PPh 26 Rp43,98 triliun, termasuk PPh Final Rp91,2 triliun. Lalu,
realisasi setoran PPN tumbuh 15 persen menjadi Rp405,4 triliun atau 74,83
persen dari APBN 2018. Raihan ini terdiri dari PPN dalam negeri yang naik 8,94
persen menjadi Rp240,63 triliun dan PPN Impor meningkat 28,03 persen menjadi
Rp151,87 triliun. Selanjutnya, Pajak Bumi dan Bangunan (PPB) naik 253,2 persen,
meski begitu raihannya cuma Rp11,8 triliun. Penerimaan pajak lainnya tercatat
Rp6,1 triliun atau naik 10 persen secara tahunan. Sementara itu, penerimaan PPh
di sektor minyak dan gas bumi tercatat naik 28,1 persen menjadi Rp54,3 triliun.
Raihan ini telah melampaui target APBN 2018 yang hanya dipatok Rp38,1 triliun.
Kenaikan setoran tak lepas dari kenaikan harga minyak dunia dan pelemahan kurs
rupiah terhadap dolar AS.
Pertumbuhan
ekonomi Indonesia mencapai 5,17 persen hingga September 2018. Raihan ini lebih
tinggi dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Melihat capaian penerimaan
pajak hingga akhir Oktober 2018, Sri Mulyani memproyeksi penerimaan perpajakan,
termasuk bea dan cukai, bisa mencapai 95 persen dari target APBN 2018.
Dalam
mendekati akhir periode APBN 2018, DJP semakin gencar bekerja untuk memenuhi
target penerimaan pajak 2018 sebesar Rp1.424 triliun. Ke
depannya DJP melalui Direktur Jenderal Pajak Robert Pakpahan memaparkan akan
menjalankan fokus strategi perburuan pajak. Pertama, penguatan pelayanan,
penyuluhan, dan pembinaan wajib pajak (WP). Termasuk pengelolaan Surat
Pemberitahuan (SPT), dan peningkatan kemudahan menjalankan bisnis atau ease of
doing business (EODB). Kedua, DJP akan meningkatkan tata kelola data,
pembangunan sistem profil wajib pajak terintegrasi, compliance risk management,
dan penguatan infrastruktur untuk data AEoI. Fokus ketiga adalah ekstensifikasi,
pengawasan, pemeriksaan, penagihan, dan penegakan hukum. Strategi ketiga
terkait dengan peningkatan pengawasan kepatuhan dan penggunaan data yang valid
melalui analisis risiko terlebih dahulu. Dengan begitu, data yang dihasilkan
lebih akuntabel. DJP juga akan optimalkan program bersama Direktorat Jenderal
Bea Cukai (DJBC) serta tindak lanjut pasca tax amnesty. Keempat, DJP bakal
meningkatkan kapasitas organisasi dan Sumber Daya Manusia (SDM). Lebih detail
lagi, strategi terakhir ini dapat dirincikan dengan lima poin, antara lain
implementasi standar formasi dan komposisi pegawai, implementasi rencana
strategis, meningkatkan kepatuhan pegawai, mengembangkan kompetensi pegawai,
dan menata desain kelembagaan.